Tak bisa di pungkiri, jika perkembangan pesat media sosial di era digital telah merubah pola hidup dan pola pikir manusia. Para kreator berlomba-lomba membuat aneka konten dengan berbagai tujuan. Ada yang mengedukasi, tapi tak sedikit pula yang sekadar ingin meningkatkan jumlah penonton (views) dengan membuat sensasi yang viral.
Belakangan kita menyaksikan, bagaimana para kreator youtube,Instagram atau tik-tok yang harus memutar otak untuk menghasilkan konten yang kreatif atau bahkan hanya sekedar konten sensasi yang menarik viewers. Setelah konten prank mulai basi. Goyang pargoy, boka-boka, dan trent joget lain menjadi konten utama untuk menarik perhatian para warga medsos. Demi masuk fyp tik tok,apa itu arti harga diri, dengan pakain tali tipis pemersatu bangsa, mereka dengan tanpa rasa malu dan jengah mengumbar aurat mereka. Meski demikian, kita tidak boleh tutup mata terhadap kreator yang konten-kontennya penuh edukasi, membuka cakrawala pengetahuan, dan full informasi yang bermanfaat.namun hanya sebagian saja konten-konten anfa’ yang bisa mendapatkan lirikan dari penikmat media sosial. sebab memang selera para warga medsos kita seperti itu. Dan ini merupakan bukti nyata dari dekadensi moral yang terjadi dinegara kita.
Lalu, mengapa mereka dengan tanpa rasa jengah dan malu berani bar-bar mengumbar aurat mereka di fyp tik-tok, story youtube atau reels Instagram? Selain memang dari moral para generasi kita yang mengalami dekadensi, tentunya hal ini tak luput dari tekanan media sosial dan para netizen yang menuntut agar mereka menjadi sempurna, terlihat bahenol, atau sedikit ngengkol.semua itu di lakukan hanya demi mendapatkan followers, viewers atau subscribers yang banyak.
Wajar saja, jika kalangan artis sedikit terbebani, untuk tampil sempurna. Mereka terus menerus untuk mencoba menjaga image mereka dengan berpenampilan apik, sebab mereka memang memiliki modal untuk semua itu. Mirisnya generasi muda kita, juga merasa tertuntut untuk tampil sempurna, ngehits atau yang lain. Sedangkan uang jajan dan bensin mereka, masih harus merengek ke orang tua. Sehingga tak jarang dari mereka yang memilih jalan kriminal untuk mendapatkan uang demi menjaga image dan mengikuti perkembangan trent.
Sosok Bintang muda sekelas Daisy Ridley saja, mengambil langkah anti-mainstream dengan menghapus akun Instagram-nya. Ia mengaku tak kuat dengan tekanan berat yang dihadapinya. Daisy mengaku bahwa di usianya yang ke-24 tahun, ia masih memiliki banyak ruang untuk tumbuh. Dan Untuk mengerjakan beberapa proyek dengan jutaan orang membuntutinya,hal itu seperti menjadi sebuah tekanan berat sebab harus tertuntut untuk tampil sempurna. Selebritas dalam negeri juga banyak yang memutuskan untuk tak memiliki akun media sosial. Tak sedikit juga yang menutup akun setelah membuatnya, atau ada pula yang mengambil langkah aman dengan menutup kolom komentar. Biar bebas dari komentar pedas para netizen.
Oleh karena itu, sebagai santri kita tak perlu terbawa arus mereka sehingga kita juga tertekan oleh tuntutan media sosial untuk tampil sempurna, dan melakukan hal-hal yang tak mendapatkan legalitas syar’i. Fokus saja pada masa depan, belajar dengan tanpa beban dari suara atau komenan yang kurang membangun. Mungkin jalan yang dipilih oleh Daisy yang telah terkenal di kalangan kita, cukup menjadi bukti, bahwa tak hanya dengan viral kita di kategorikan sebagai orang sukses dan bisa bahagia.
Oleh : Ainul Fahmy*)